Minggu, 30 Oktober 2011

Metodologi Penelitian

PENDAHULUAN



ImagePendekatan grounded teori (Grounded Theory Approach) adalah metode penelitian kualitatif yang menggunakan sejumlah prosedur sistematis guna mengembangkan teori dari kancah. Pendekatan ini pertama kali disusun oleh dua orang sosiolog; Barney Glaser dan Anselm Strauss. Untuk maksud ini keduanya telah menulis 4 (empat) buah buku, yaitu; "The Discovery of Grounded Theory" (1967), Theoritical Sensitivity (1978), Qualitative Analysis for Social Scientists (1987), dan Basics of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures and Techniques (1990). Menurut kedua ilmuwan ini, pendekatan Grounded Theory merupakan metode ilmiah, karena prosedur kerjanya yang dirancang secara cermat sehingga memenuhi keriteria metode ilmiah. Keriteria dimaksud adalah adanya signikansi, kesesuaian antara teori dan observasi, dapat digeneralisasikan, dapat diteliti ulang, adanya ketepatan dan ketelitian, serta bisa dibuktikan.
Sesuai dengan nama yang disandangnya, tujuan dari Grounded Theory Approach adalah teoritisasi data. Teoritisasi adalah sebuah metode penyusunan teori yang berorientasi tindakan/interaksi, karena itu cocok digunakan untuk penelitian terhadap perilaku. Penelitian ini tidak bertolak dari suatu teori atau untuk menguji teori (seperti paradigma penelitian kuantitatif), melainkan bertolak dari data menuju suatu teori. Untuk maksud itu, yang diperlukan dalam proses menuju teori itu adalah prosedur yang terencana dan teratur (sistematis). Selanjutnya, metode analisis yang ditawarkan Grounded Theory Approach adalah teoritisasi data (Grounded Theory).

Pada dasarnya Grounded Theory dapat diterapkan pada berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, namun demikian seorang peneliti tidak perlu ahli dalam bidang ilmu yang sedang ditelitinya. Hal yang lebih penting adalah bahwa dari awal peneliti telah memiliki pengetahuan dasar dalam bidang ilmu yang ditelitinya, supaya ia paham jenis dan format data yang dikumpulkannya.



PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN

Seperti diketahui, paradigma kualitatif mengasumsikan bahwa di dalam kehidupan sosial selalu ditemukan regulasi-regulasi yang relatif sudah terpola. Pola-pola regulasi yang ditemukan melalui penelitian itulah yang dirumuskan menjadi teori. Asumsi ini dipertegas dalam Grounded Theory, dengan menyatakan bahwa; (a) semua konsep yang berhubungan dengan fenomena belum dapat diidentifikasi; dan (b) hubungan antarkonsep belum terpahami atau belum tersusun secara konseptual. Oleh sebab itu, tidak mungkin bagi seorang peneliti untuk mengajukan masalah yang sangat spesifik –seperti yang dituntut dalam metode kuantitatif, baik variabel maupun tipe hubungan antarvariabelnya. Substansi rumusan masalah dalam pendekatan Grounded Theory masih bersifat umum, yaitu dalam bentuk pertanyaan yang masih memberi kelonggaran dan kebebasan untuk menggali fenomena secara luas, dan belum sampai menegaskan mana saja variabel yang berhubungan dengan ruang lingkup masalah dan mana yang tidak. Demikian pula tipe hubungan antarvariabelnya belum perlu dieksplisitkan dalam rumusan masalah yang dibuat.

Bertolak dari dasar asumsi dan kemungkinan yang diutarakan di atas, rumusan masalah dalam Grounded Theory disusun secara bertahap. Pada tahap awal –sebelum pengumpulan data, dikemukan rumusan masalah yang bersifat luas (tetapi tidak terlalu terbuka), yang kemudian nanti –setelah data yang bersifat umum dikumpulkan—rumusan masalahnya semakin dipersempit dan lebih difokuskan sesuai dengan sifat data yang dikumpulkan. Intinya adalah, bahwa rumusan masalah dalam Grounded Theory disusun lebih dari satu kali. Rumusan masalah yang diajukan pada tahap pertama dimaksudkan sebagai panduan dalam mengumpul data, sedangkan rumusan masalah yang diajukan pada tahap berikutnya dimaksudkan sebagai panduan untuk menyusun teori. Perumusan masalah yang disebut terakhir ini inheren dengan perumusan hipotesis penelitian.

Seperti lazimnya pada setiap penelitian, rumusan masalah yang disusun pada tahap awal adalah yang memiliki substansi yang jelas serta diformulasikan dalam bentuk pertanyaan. Ciri rumusan masalah yang disarankan dalam Grounded Theory adalah; (a) berorientasi pada pengidentifikasian fenomena yang diteliti; (b) mengungkap secara tegas tentang obyek (formal dan material) yang akan diteliti, serta (c) berorientasi pada proses dan tindakan. Contoh rumusan masalah awal pada Grounded Theory; "Bagaimanakah wanita yang berpenyakit kronis mengatasi kehamilan?" Pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah ini bermaksud untuk; (a) mengenali secara tepat dan mendalam perilaku wanita yang sedang berpenyakit kronis dalam mengatasi kehamilannya, (b) obyek formal penelitian adalah wanita yang berpenyakit kronis yang sedang hamil; sedangkan obyek materialnya adalah cara-cara yang dilakukan oleh wanita itu dalam mengatasi persoalan kehamilan dalam kondisi sakit, dan (c) orientasi utama yang disoroti adalah tahapan tindakan si wanita dan jenis-jenis atau bentuk-bentuk tindakan yang dipilih.



PENGGUNAAN TEORI TERDAHULU

Sebagaimana penelitian kualitatif pada umumnya, pendekatan Grounded Theory sama sekali tidak bermaksud untuk menguji teori, dan bahkan tidak bertolak dari variabel-variabel yang direduksi dari suatu teori. Sungguh tidak relevan jika penelitian dengan Grounded Theory dimulai dengan teori atau variabel yang telah ada, karena akan menghambat pengembangan rumusan teori baru. Oleh sebab itu, penelitian Grounded Theory tidak perlu terlalu terpangaruh oleh literatur karena akan menutupi kreativitas dalam mengumpul, memahami dan menganalisis data. Inilah yang dimaksudkan dalam pendekatan Grounded Theory, bahwa sesungguhnya peneliti belum memiliki pengetahuan tentang obyek yang diteliti, termasuk jenis data dan kategori-kategori yang mungkin ditemukan.

Dalam pendekatan Grounded Theory, teori yang sudah ada harus diletakkan sesuai dengan maksud penelitian yang dikerjakan:

Penelitian yang bermaksud menemukan teori dari dasar;

Jika peneliti menghadapi kesulitan dalam hal konsep ketika merumuskan masalah, membangun kerangka berpikir, dan menyusun bahan wawancara, maka konsep-konsep yang digunakan oleh teori terdahulu dapat dipinjam untuk sementara sampai ditemukan konsep yang sebenarnya dari kancah.
Jika penelitian dengan Grounded Theory menemukan teori yang memiliki hubungan dengan teori yang sudah dikenal, maka temuan baru itu merupakan sumbangan baru untuk memperluas teori yang sudah ada. Demikian pula, jika ternyata teori yang ditemukan identik dengan teori yang sudah ada, maka teori yang ada dapat dijadikan sebagai pengabsahan dari temuan baru itu.
Jika peneliti sudah menemukan kategori-kategori dari data yang dikumpulkan, maka ia perlu memeriksa apakah sistem kategori serupa telah ada sebelumnya. Jika ya, maka peneliti perlu memahami tentang apa saja yang dikatakan oleh peneliti lain tentang kategori tersebut, tetapi bukan untuk mengikutinya. Penelitian yang bermaksud memperluas teori;
Jika penelitian bermaksud untuk memperluas teori yang telah ada, maka penelitian dapat dimulai dari teori tersebut dengan merujuk kerangka umum teori itu. Dengan kata lain, kerangka teoritik yang sudah ada bisa digunakan untuk menginterpretasi dan mendekati data. Namun demikian, penelitian yang sekarang harus dikembangkan secara tersendiri dan terlepas dari teori sebelumnya. Dengan demikian, penelitian dapat dengan bebas memilih data yang dikumpulkan, sehingga memungkinkan teori awalnya dapat diubah, ditambah, atau dimodifikasi.
Jika penelitian sekarang bertolak dari teori yang sudah ada, maka ia dapat dimanfaatkan untuk menyusun sejumlah pertanyaan atau menjadi pedoman dalam pengamatan /wawancara untuk mengumpul data awal.
Jika temuan penelitian sekarang berbeda dari teori yang sudah ada, maka peneliti dapat menjelaskan bagaimana dan mengapa temuannya berbeda dengan teori yang ada.



ANALISIS DATA

Pada esensinya kegiatan pengumpulan dan analisis data dalam Grounded Theory adalah proses yang saling berkaitan erat, dan harus dilakukan secara bergantian (siklus). Karena itu kegiatan analisis --yang dibicarakan pada bagian berikut-- telah dikerjakan pada saat pengumpulan data sedang berlangsung.

Kegiatan analisis dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk pengkodean (coding). Pengkodean merupakan proses penguraian data, pengonsepan, dan penyusunan kembali dengan cara baru. Tujuan pengkodean dalam penelitian Grounded Theory adalah untuk; (a) menyusun teori, (b) memberikan ketepatan proses penelitian, (c) membantu peneliti mengatasi bias dan asumsi yang keliru, dan (d) memberikan landasan, memberikan kepadatan makna, dan mengembangkan kepekaan untuk menghasilkan teori.

Terdapat dua prosedur analisis yang merupakan dasar bagi proses pengkodean, yaitu; (a) pembuatan perbandingan secara terus-menerus (the constant comparative methode of analysis); dan (b) pengajuan pertanyaan. Dalam konteks penelitian Grounded Theory, hal-hal yang diperbandingkan itu cukup beragam, yang intinya berada pada sekitar; (i) relevansi fenomena atau data yang ditemukan dengan permasalahan pokok penelitian, dan (ii) posisi dari setiap fenomena dilihat dari sifat-sifat atau ukurannya dalam suatu tingkatan garis kontinum.



Pengkodean Terbuka (Open Coding)

Pelabelan fenomena

Pelabelan fenomena merupakan langkah awal dalam analisis. Yang dimaksud dengan pelabelan fenomena adalah pemberian nama terhadap benda, kejadian atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan dan atau wawancara. Pada hakikatnya, pelabelan itu merupakan suatu pembuatan nama dari setiap fenomena dengan konsep-konsep tertentu. Jadi pelabelan fenomena itu tidak lain adalah satu kegiatan konseptualisasi data.

Cara untuk melakukan pelabelan ini ialah dengan membandingkan insiden-insiden, sampai dapat diberikan nama yang sama untuk fenomena-fenomena yang serupa. Cara ini tidak sekedar meringkas hasil pengamatan atau wawancara dengan kata-kata kunci sebagai ganti dari sebuah deskripsi yang panjang, melainkan memberikan konsep baru terhadap fenomena (atau kegiatan konseptualisasi). Sebagai contoh, jika peneliti melihat sekelompok orang duduk melingkar mengelilingi sebuah meja besar, di mana masing-masing menyampaikan pendapat secara bergantian di bawah kordinasi seorang yang mengatur lalu-lintas pembicaraan, maka fenomena yang berlangsung dalam waktu yang lama ini dapat diberi label dengan diskusi atau rapat.



Penemuan dan penamaan kategori

Pada hakikatnya, setiap fenomena yang sudah diberi label adalah unit-unit data yang masih berserakan. Kapasitas intelektual manusia tidak cukup kuat untuk sekaligus memproses dan menganalisis informasi yang jumlahnya besar seperti itu. Untuk menyederhanakan data tersebut perlu dipisahkan ke dalam beberapa kelompok. Penyederhanaan data itu pada umumnya dilakukan dengan cara mereduksi data sehingga menjadi lebih ringkas dan padat, kemudian membagi-baginya ke dalam kelompok-kelompok tertentu (kategorisasi) sesuai sifat dan substansinya. Proses kategorisasi ini pada dasarnya tergantung pada tujuan penelitian yang sudah ditetapkan pada rancangan penelitian.

Jika dalam pelabelan fenomena dilakukan proses konseptualisasi, maka dalam pemberian nama kategori dilakukan proses abstraksi. Kegiatan ini berkaitan dengan logika induktif, di mana sejumlah unit data yang sama atau memiliki keserupaan dikelompokkan dalam satu kategori kemudian diberi nama yang lebih abstrak. Kambing, lembu, dan kerbau, misalnya, adalah konsep-konsep yang memiliki keserupaan dan dapat dikelompokkan jadi satu kategori dengan nama binatang menyusui (mamalia). Contoh lain, jika anda melihat anak-anak sedang bermain, lalu ada yang "merebut" mainan, "menyembunyikan mainan", "menjauhi teman", "menangis", maka semua konsep perilaku itu dapat dijadikan satu kategori, yaitu sebagai "strategi untuk menghindari pinjaman atas mainan miliknya". Intinya adalah memadukan konsep-konsep –yang menurut tujuan penelitian anda memiliki keserupaan—menjadi satu kategori dan kemudian memberi label (nama) yang lebih abstrak yang mencakup semua konsep tersebut.

Dalam pemberian nama kategori ini, adakalanya peneliti membuat sendiri nama yang sesuai dengan kelompok unit data, tetapi adakalanya meminjam istilah yang sudah dibuat oleh peneliti atau ahli lainnya. Kedua-duanya tetap dibenarkan dalam Grounded Theory. Namun demikian, cara pemberian nama yang paling dianjurkan, adalah dengan menggunakan istilah yang dipakai oleh subyek yang diteliti, karena cara inilah yang disarankan sesuai dengan pendekatan emic yang menjadi ciri dari setiap penelitian kualitatif.



Penyusunan Kategori

Dasar untuk penyusunan kategori adalah sifat dan ukurannya. Yang dimaksud dengan sifat di sini adalah karakteristik atau atribut suatu kategori (yang berfungsi sebagai ranah ukuran, dimensional range), sedangkan ukuran adalah posisi dari sifat dalam suatu kontinium. Lambang-lambang Partai Golkar dalam suatu kampanye, misalnya, berupa kaos, jaket, topi, bendera, spanduk, umbul-umbul, dan sebagainya, semua dikategorikan dengan "warna kuning". "Warna kuning" (kategori) dari lambang-lambang yang tampak itu sesungguhnya tidak persis sama, di sana ada perbedaan baik dari segi intensitas coraknya, maupun kecerahannya. Intensitas corak dan kecerahan itulah sifat dari "warna kuning" tersebut. Masing-masing sifat itu memiliki dimensi yang dapat diukur. Setiap dimensinya dapat ditempatkan pada posisi tertentu dalam garis kontinium. Intensitas corak warna itu, misalnya, dapat diberi ukuran mulai dari yang "kuning tebal" (orange) sampai pada "kuning tipis" (keputih-putihan). Demikian seterusnya, setiap kategori data bisa ditempatkan di mana saja di sepanjang kontinua dimensional secara bervariasi. Akibatnya, setiap kategori memiiki profil dimensional yang terpisah. Beberapa profil itu dapat dikelompokkan sehingga membentuk suatu pola. Profil dimensional ini menggambarkan sifat khusus dari suatu fenomena dalam kondisi-kondisi yang ada.

Hal penting yang perlu dipahami adalah penentuan sifat umum dari suatu fenomena atau kategori. Sifat umum dari setiap kategori fenomena tentu tidak sama. Sifat umum dari warna, adalah intensisitas corak dan kecerahan, sedangkan sifat umum dari perilaku adalah frekuensi, intensitas, durasi, dan seterusnya.



Pengkodean Terporos (Axial Coding)

Pengkodean terporos adalah seperangkat prosedur penempatan data kembali dengan cara-cara baru dengan membuat kaitan antarkategori. Pengkodean ini diawali dari penentuan jenis kategori kemudian dilanjutkan dengan penemuan hubungan antar kategori atau antarsubkategori.

Dalam Grounded Theory, setiap kategori harus dikelompokkan ke dalam satu jenis kategori berikut; yaitu kondisi kausal, konteks, kondisi pengaruh, strategi aksi/interaksi, dan konsekuensi. Sistem pengelompokan kategori ini disebut dengan model paradigma Grounded Theory. Tugas peneliti pada tahap ini adalah memberi kode terhadap setiap kategori data, dengan mengajukan pertanyaan, "termasuk jenis kategori apa data ini"? Model paradigma inilah yang menjadi dasar untuk menemukan hubungan antar kategori atau antarsubkategori.

Kegiatan selanjutnya adalah menghubungkan subkategori dengan kategorinya. Sifat pertanyaan yang diajukan dalam pengkodean terporos mengarah pada suatu jenis hubungan. Alternatif hubungan-hubungan itu adalah; hubungan antara kondisi kausal dengan strategi aksi/interaksi, hubungan antara konteks dengan strategi aksi/interaksi, hubungan antara kondisi pengaruh dengan strategi aksi/interaksi, hubungan antara strategi aksi/interaksi dengan konsekuensi. Pola hubungan yang perlu ditemukan itu tidak terhenti pada hubungan antara dua kategori, melainkan harus dapat mengungkap hubungan antara semua jenis kategori, yang dapat digambarkan ke dalam skema berikut:



Pengkodean Terpilih (Selective Coding)

Mengingat masalah penelitian dalam Grounded Theory masih bersifat umum, mungkin sekali peneliti menemukan sejumlah besar data dengan kategori dan hubungan antarkategori/subkategori yang banyak dan bervariasi. Kenyataan ini tentu dapat membingungkan, karena datanya masih belum terfokus pada titik tertentu. Untuk menyederhanakannya perlu dilakukan proses penggabungan dan atau seleksi secara sistematis.

Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk menyederhanakan data adalah dengan menggabungkan semua kategori, sehingga menghasilkan tema khusus. Penggabungan tidaklah banyak berbeda dengan pengkodean terporos, kecuali tingkat abstraksnya. Konsep-konsep yang digunakan dalam penggabungan lebih abstrak dari konsep pengkodean terporos. Cara ini merupakan tugas peneliti yang paling sulit. Kepekaan teoritik dari peneliti amat penting di sini. Inti dari proses penggabungan itu adalah, bagaimana peneliti dapat menemukan spirit teoritis dari semua kategori. Spirit teoritis itu mungkin saja tidak tampak secara eksplisit, tetapi tertangkap oleh pikiran peneliti.



Ada beberapa tahapan kerja yang disarankan dalam proses pengkodean terpilih ini;

Mereproduksi kembali alur cerita atau susunan data ke dalam pikiran.

Mengidentifikasi data dengan menulis beberapa kalimat pendek yang berisi inti cerita atau data. Pertanyaan yang perlu diajukan peneliti terhadap dirinya sendiri, adalah "apakah yang tampak menonjol dari wilayah penelitian ini?", atau "apa masalah utamanya".

Menyimpulkan dan memberi kode terhadap satu atau dua kalimat sebagai kategori inti. Keriteria kategori inti yang disimpulkan itu ialah bahwa ia merupakan inti masalah yang dapat mencakup semua fenomena/data. Kategori inti harus cukup luas agar mencakup dan berkaitan dengan kategori lain. Kategori inti ini dapat diibaratkan sebagai matahari yang berhubungan secara sistematis dengan planet-planet lain. Lalu kategori inti tersebut diberi nama (konseptualisasi).

Menentukan pilihan kategori inti. Jika ternyata pada tahap "c" ada dua atau tiga kategori inti, maka mau tak mau harus dipilih satu saja. Kategori inti lainnya dijadikan sebagai kategori tambahan yang tidak menjadi inti pembahasan dalam penelitian ini.

Pada tahap penggabungan dan atau pemilihan ini, peneliti sebenarnya telah sampai pada penemuan tema pokok penelitian. Pada umumnya metode kualitatif menganggap penelitian telah selesai pada penemuan tema ini. Lain hal dalam Grounded Theory, tema utama (yang sudah ditemukan) dipandang sebagai dasar untuk merumuskan masalah utama dan hipotesis penelitian. Karena itu, peneliti perlu merumuskan masalah pokok dan hipotesis penelitiannya. Berdasarkan masalah dan hipotesis itu, peneliti harus kembali lagi ke lapangan untuk mengabsahkan atau membutikannya. Hasil pembuktian itulah yang menjadi temuan penelitian, yang disebut sebagai teori.



4. Analisis Proses

Menganalisis proses merupakan bagian penting dalam Grounded Theory. Yang dimaksud dengan analisis proses adalah pengaitan urutan tindakan/interaksi. Kegiatan analisis ini terdiri dari penelusuran terhadap; (a) perubahan kondisi, (b) respon (strategi aksi/interaksi) terhadap perubahan; (c) konsekuensi yang timbul dari respon, dan (d) penjabaran posisi konsekwensi sebagai bagian dari kondisi.

Pada penelitian Grounded Theory, analisis proses bukan merupakan bagian dari tahapan kegiatan, tetapi sebagai cara untuk mempertajam analisis dalam pengkodean (khusus pada pengkodean terporos dan pengkodean terpilih). Hasil analisis proses itu juga perlu ditunjukkan dalam penulisan laporan penelitian. Maksud analisis proses ini adalah sebagai cara untuk menghidupkan data melalui penggambaran dan pengaitan tindakan/interaksi untuk mengetahui urutan dan atau rangkaian data. Dalam pengaitan itu tidak hanya untuk mengenali urutan waktu atau kronologi suatu peristiwa, melainkan yang lebih penting adalah untuk menemukan keterkaitan antara stimulus, respon, dan akibat. Kondisi, respon, dan konsekwensi harus dilihat sebagai tiga hal yang terus bergerak secara dinamis dan berputar mengikuti garis lingkaran.

Dalam prakteknya, proses dapat dilihat sebagai pergerakan progresif dan dapat pula dilihat sebagai pergerakan nonprogresif. Kedua perspektif proses ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

Proses sebagai pergerakan progresif; Jika proses dilihat sebagai pergerakan progresif, maka peneliti dapat mengkonsepkan data sebagai langkah-langkah, fase-fase, atau tahapan. Cara ini cukup baik untuk penelitian yang membahas tentang perkembangan, sosialisasi, transformasi mobilitas sosial, imigrasi, dan peristiwa sejarah. Hal penting yang perlu diingat di sini ialah bahwa kesemua unsur paradigma Grounded Theory harus berperan dalam menjelaskan rentang waktu dan variasinya, di mana keterkaitan atau hubungan-hubungan antar unsur tetap dapat dieksplisitkan.

Proses sebagai pergerakan nonprogresif; Bagaimanapun tidak semua fenomena terjadi secara kronologis, karena tidak jarang pula ditemukan fenomena yang tidak dapat dinyatakan sebagai langkah-langkah dan fase-fase progresif yang runtut. Untuk fenomena seperti ini, peneliti dianjurkan untuk menganalisis penggantian atau perubahan tindakan/interaksi yang terencana sebagai tanggapan atas perubahan kondisi.



PENGUMPULAN DATA DAN PENYAMPELAN TEORITIK

Pada dasarnya instrumen pengumpul data penelitian Grounded Theory adalah peneliti sendiri. Dalam proses kerja pengumpulan data itu, ada 2 (dua) metode utama yang dapat digunakan secara simultan, yaitu observasi dan wawancara mendalam (depth interview). Metode observasi dan wawancara dalam Grounded Theory tidak berbeda dengan observasi dan wawncara pada jenis penelitian kualitatif lainnya.

Hal yang spesifik yang membedakan pengumpulan data pada penelitian Grounded Theory dari pendekatan kualitatif lainnya adalah pada pemilihan fenomena yang dikumpulkan. Paling tidak, pada Grounded Theory sangat ditekankan untuk menggali data perilaku yang sedang berlangsung (life history) untuk melihat prosesnya serta ditujukan untuk menangkap hal-hal yang bersifat kausalitas. Seorang peneliti Grounded Theory selalu mempertanyakan "mengapa suatu kondisi terjadi?", "apa konsekwensi yang timbul dari suatu tindakan/reaksi?", dan "seperti apa tahap-tahap kondisi, tindakan/reaksi, dan konsekwensi itu berlangsung"?.

Dalam Grounded Theory, masalah sampel penelitian tidak didasarkan pada jumlah populasi, melainkan pada keterwakilan konsep dalam beragam bentuknya. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara penyampelan teoritik. Penyampelan teoritik adalah pengambilan sampel berdasarkan konsep-konsep yang terbukti berhubungan secara teoritik dengan teori yang sedang disusun. Tujuannya adalah mengambil sampel peristiwa/fenomena yang menunjukkan kategori, sifat, dan ukuran yang secara langsung menjawab masalah penelitian. Sebagai contoh, jika peneliti sedang meneliti "warna kuning" yang di dimensinya terdiri atas "intensitas corak" dan "kecerahan", maka peneliti memutuskan untuk mendalami "intensitas corak" saja (tidak lagi membahas tentang 'kecerahan"), berarti ia sudah melakukan penyampelan. Penegasan ini memberi makna, bahwa pada dasarnya yang di sampel itu bukan obyek formal penelitian (orang atau benda-benda), melainkan obyek material yang berupa fenomena-fenomena yang sudah dikonsepkan. Namun demikian, karena fenomena itu melekat dengan subyek (orang atau benda), maka dengan sendirinya obyek formal juga ikut di sampel dalam peroses pengumpulan atau penggalian fenomena.



Berkenaan dengan proposisi terakhir, pada hakikatnya fenomena yang telah terpilih itulah yang dicari atau digali oleh peneliti ketika proses pengumpulan data. Karena fenomena itu melekat dengan subyek yang diteliti, maka jumlah subyek pun terus bertambah sampai tidak ditemukan lagi informasi baru yang diungkap oleh beberapa subyek yang terakhir. Itulah sebabnya, penentuan sampel subyek dalam penelitian Grounded Theory, seperti halnya penelitian kualitatif pada umumnya, tidak dapat direncanakan dari awal. Subyek-subyek yang diteliti secara berproses ditentukan di lapangan, kaetika pengumpulan data berlangsung. Cara penyampelan inilah yang disebut dalam penelitian kualitatif sebagai snow bowl sampling.

Sesuai dengan tahap pengkodean dan analisis data, penyampelan dalam Grounded Theory diarahkan dengan logika dan tujuan dari tiga jenis dasar prosedur pengkodean. Ada tiga pola penyampelan teoritik, yang sekaligus menandai tiga tahapan kegiatan pengumpulan data; (a) penyampelan terbuka, (b) penyampelan relasional dan variasional, serta (c) penyampelan pembeda. Penyampelan ini bersifat kumulatif (di mana penyampelan terdahulu menjadi dasar bagi penyampelan berikutnya) dan semakin mengerucut sejalan dengan tingkat kedalaman fokus penelitian. Keterangan yang berkenaan dengan tiga pola penyampelan ini dapat diringkas sebagai berikut:



Penyampelan Terbuka; Penyampelan ini bertujuan untuk menemukan data sebanyak mungkin sepanjang berkenaan dengan rumusan masalah yang dibuat pada awal penelitian. Karena pada tahap awal itu peneliti belum yakin tentang konsep mana yang relevan secara teoritik, maka obyek pengamatan dan orang-orang yang diwawncarai juga masih belum dibatasi. Data yang terkumpul dari kegiatan pengumpulan data awal inilah kemudian dianalisis dengan pengkodean terbuka.

Penyampelan Relasional dan Variasional; Sebagaimana diutarakan di atas, tujuan pengkodean terporos adalah menghubungkan secara lebih khusus kategori-kategori dengan sub-subkategorinya. Untuk maksud ini perlu dilakukan penyampelan yang berfokus pada pengungkapan dan pembuktian hubungan-hubungan tersebut. Kegiatan itu dinamakan penyampelan relasional dan variasional.



Pada penyampelan relasional dan variasional diupayakan untuk menemukan sebanyak mungkin perbedaan tingkat ukuran di dalam data. Hal pokok yang perlu pada penemuan perbedaan tingkat ukuran tersebut adalah proses dan variasi. Jadi, inti utama penyampelan di sini adalah memilih subyek, lokasi, atau dokumen yang memaksimalkan peluang untuk memperoleh data yang berkaitan dengan variasi ukuran kategori dan data yang bertalian dengan perubahan.

Penyampelan Pembeda: Penyampelan pembeda berkaitan dengan kegiatan pengkodean terpilih. Karena itu tujuan penyampelan pembeda di sini adalah penetapan subyek yang diduga dapat memberi peluang bagi peneliti untuk membuktikan atau menguji hubungan antarkategori.

Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian Grounded Theory berlangsung secara bertahap dan dalam rentang waktu yang relatif lama. Proses pengambilan sampel juga berlangsung secara terus menerus ketika kegiatan pengumpulan data. Jumlah sampel bisa terus bertambah sejalan dengan pertambahan jumlah data yang dibutuhkan. Ketentuan umum dalam Grounded Theory adalah melakukan penyampelan hingga pemenuhan teoritik bagi setiap kategori tercapai. Maksudnya, penyampelan dihentikan apabila; (a) tidak ada lagi data baru yang relevan, (b) penyusunan kategorinya telah terpenuhi; dan (c) hubungan antarkategori sudah ditetapkan dan dibuktikan.

Dari keterangan tentang prinsip penyampelan di atas, pengambilan kesimpulan dalam penelitian Grounded Theory tidak didasarkan pada generalisasi, melainkan pada spesifikasi. Bertolak dari pola penalaran ini, penelitian Grounded Theory bermaksud untuk membuat spesifikasi-spesifikasi terhadap (a) kondisi yang menjadi sebab munculnya fenomena, (b) tindakan/interaksi yang merupakan respon terhadap kondisi itu, (c) serta konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari tindakan/i nteraksi itu. Jadi, rumusan teoritik sebagai hasil akhir yang ditemukan dari jenis penelitian ini tidak menjustfikasi keberlakuannya untuk semua populasi, seperti dalam penelitian kuantitatif, melainkan hanya untuk situasi atau kondisi tersebut.



PENUTUP

Grounded Theory Approach adalah satu jenis metode penelitian kualitatif yang berorientasi pada penemuan teori dari kancah. Dilihat dari prosedur, prinsip, dan teknik yang digunakan, metode ini benar-benar bersifat kualitatif murni, tetapi jika dilihat dari kerangka berpikir yang digunakan ternyata secara implisit pendekatan ini meminjam metode kuantitatif. Paling tidak ada 3 (tiga) dasar kerangka berpikir kuantitif yang dipinjam Grounded Theory;

Penggunaan hukum kausalitas sebagai dasar penyusunan teori. Seperti diketahui, bahwa dalam epistemologi ilmiah, prinsip kausalitas adalah salah asumsi dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan, karena sangat diyakini bahwa segala hal yang terjadi di alam ini tidak lepas dari hukum sebab-akibat.

Pengukuran fenomena. penelitian kualitatif pada umumnya tidak melakukan pengukuran terhadap data yang ditemukannya, melainkan lebih menekankan pada pengelompokan konfigurasi dari variasinya. Lain hal dengan Grounded Theory, di sini dilakukan pengukuran-pengukuran, sebagaimana yang lazim dilakukan pada metode kuantitatif.

Penggunaan variabel; Secara eksplisit memang tidak pernah disebut-sebut istilah variabel dalam Grounded Theory. Tetapi dengan penggunaan paradigma teoritik yang membagi fenomena ke dalam kondisi kausal, konteks, kondisi pengaruh, tindakan/interaksi, dan konsekwensi, serta mencari hubungan-hubungan antara unsur-unsur itu merupakan pertanda bahwa di dalam metode ini digunakan konsep-konsep yang identik dengan variabel.

Perkawinan metode kualitatif dengan kuantitatif dalam Grounded Theory merupakan satu perkembangan baru yang patut diberi apresiasi positif. Proses perkawinan itu sendiri harus dimaklumi, tidak saja karena Strauss dan Glaser sebagai dua tokoh penggagas metode ini yang memiliki latar pemikiran yang berbeda (kualitatif dan kuantitatif), melainkan juga karena tuntutan perkembangan metode keilmuan yang terus berkembang. Mau tak mau, metode kualitatif harus menata prosedur dan teknik-teknik penelitiannya agar semakin dipercaya sebagai metode yang dapat diandalkan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Minggu, 23 Oktober 2011

Tekhnik Proyeksi Bisnis

ANGGARAN PENJUALAN
2.1. PENGERTIAN
Dalam penyusunan anggaran operasional perusahaan \, biasanya kegiatan pertama yang harus dilakukan adalah membuat anggaran penjualan. Anggaran penjualan umumnya menggambarkan penghasilan yang diterima karena adanya penjualan. Anggran penjualan meliputi anggaran tentang jenis produk yang akan dijual, volume produk yang akan dijual, harga per unit, waktu penjualan, dan daerah penjualannya. Anggaran penjualan merupakan dasar penyusunan anggaran lannya. Oleh karena itu setelah anggaran penjualan disusun, dilanjutkan dengan menyusuan anggaran operasional lainnya. Setelah anggaran operasional dibuat, selanjutnya disusun anggaran keuangan, semua dibuat dengan berpedoman kepada anggaran penjualan.

Anggaran penjualan yang disusun mempunyai kegunaan sebagai berikut :
1. Secara Umum
Sama dengan semua anggaran, yaitu sebagai pedoman kerja, alat pengkoordinasian kerja dan alat pengawasan kerja.
2. Secara khusus
Berguna sebagai dasar penyusunan semua anggaran yang ada dalam perusahaan.

Agar anggaran dapat disusun, langkah awal yang harus ditempuh adalah menetapkan target penjualan. Untuk menetapkan target penjualan, beberapa pokok berikut perlu diperhatikan. :

1. Harus mempertimbangkan factor-faktor sebagai berikut :
• Luas pasar, apakah bersifat lokal, regional, nasional
• Keadaan persaingan, apakah bersifat monooli, persaingan bebasa dan sebagainya.
• Kemampuan paar untuk menyerap barang (peluang pasar)
• Keadaan/sifat konsumen, yaitu konsumen akhir dan konsumen industri
• Kemampuan financial, yaitu kemampuan membiayaa riset pasar, modal kerja, membeli bahan mentah, dan lain ssebagainya
• Keadaan personalia, berhubungan dengan tenaga kerja baik dalam jumlah mauun kualtasnya.
2. Membuat suatu proyeksi /forecast penjualan (ramalan penjualan)

2.2. FORECAST PENJUALAN
Forecast penjualan adalah perkiraan / proyeksi secara teknisi permintaan konsumen potensial untuk suatu waktu tertentu dengan berbagai asumsi. Dalam hal ini hasil dari suatu forecast lebih merupakan pernyataan atau penilaian yang kuantitatifisir terhadap kondisi masa depan mengenai penjualan sebagai proyeksi teknis dari permintaan konsumen potensial untuk jangka waktu tertentu. Meskipun demikian hasil perkiraan yang diperoleh mungkin saja tidak sama dengan rencana. Hal ini disebabkan karena :
• Forecast lebih merupakan pernyataan atau penilaian yang dikuantifisir terhadap kondisi masa depan mengenai subjek tertentu, misalnya penjualan.
• Forecast penjualan merupakan proyeksi teknis dari permintaan konsumen potenasial untuk jangka waktu tertentu, dengan menyebutkan asumsi yangmendasarinya
• Forecast selayaknya hanya dipandang sebagai bahan masukan untuk mengembangkan suatu rencana penjualan.
• Manajemen dapat menerima atau menolak hasil dari suatu forecast

Pada umumnya hasil dari suatu forecast penjualan akan dikonversikan menjadi rencana penjualan dengan memperhitungkan berbagai hal berikut :
a. Pendapat
b. Strategi-strategi yang direncanakan
c. Keterikatan/komitmen dengan sumber daya
d. Ketetapan manajemen dalam usaha mencapai sasaran penjualan.

Secara umum teknik forecast yang umum diterapkan untuk memperoleh suatu forecast penjualan dapat dikelompokkan menjadi :


1. Forecast berdasarkan judgement
2. Forecast berdasarkan analisis statistika.
3. Forecast berdasarkan metode khusus

1. Forecast berdasarkan judgement
Forecast berdasarkan judgement dapat dilakukan melalui pendapat pimpinan bagian pemasaran, pendapat para petugas penjualan, pendapat para penyalur, pendapat konsumen, maupun pendapat para ahli.
2. Forecast berdasarkan analisis statistika
a. Apabila [erhitungan berdasarkan data histories dati satu variable saja, maka digunakan cara :
1. Metode Tren bebas
2. Metode Tren Semi Average
3. Metode Tren Moment
4. Metode tren least Square
b. Apabila perhitungan berdasarkan data histories dari satu variable yang akan ditaksir dihubungkan dengan data histories lain yang mempunyai hubungan kuat terhadap perkembangan variable yang akan ditaksir, maka dignakan cara :
1. Metode Korelasi
2. Metode Regresi

PT. PRATAM JAYA, yang bergerak dalam bisnis makanan anak, memiliki data penjualan tahunan sebagaimana tertera pada Tabel. 2.1
Tabel 2.1
Penjualan makanan Anak PT. PRATAMA JAYA tahun 2003-2007

Tahun Jumlah Penjualan (juta unit)
2003 140
2004 148
2005 157
2006 160
2007 169

Terhadap data penjualan PT. PRATAMA JAYA, tersebut dapat dibuat forecast penjualan untuk tahun 2008 dan seterusnya dengan menggunakan beberapa metode yang disebutkan sebelumnya, berikut akan diberikan ilustrasi pemakaian metode –metode tersebut

1. Metode Trend Bebas
Pada umumnya metode trend bebas cenderung dignakan sebagai analisis pendahuluan yang akan memberikan gambaran awal dari suatu permasalahan yang dihadapai. Metode trend bebas mencoba melihat pola data amatan melalui tebaran titik dari pasangan data panjualan pada setiap waktunya. Berdasarkan tebaran data yang terbentuk dapat diperkirakan trend penjualan dari data tersebut. Sebagai contoh bila terhadap data penjualan PT. ADIWIJAYA sebagaimana tertera pada Tabel 2.1 dibuat tebaran titiknya dan ditarik garis yang menghubungkan titik-titik pasangan pengamatan tersebut, akan diperoleh gambaran trend penjualan sebagai berikut :

Y (unit)
170

160

150
140
0 N 2003 2004 2005 2006 2007 X


Dari gambaran yang diperoleh, bila asumsi yang disebutkan sebelumnya dipenuhi, maka dapat diramalkan bahwa penjualan PT. PRATAMA JAYA tahun 2007 akan meningkat melebihi penjualan tahun-tahun sebelumnya. Meskipun demikian gambaran tentang beberapa berapa besanya penjualan PT. PRATAMA JAYA pada tahun 2007 dan seterunya dalam bentuk angka tidak dapat diperoleh dengan menggunakan trend bebas ini. Untuk memperoleh hasil peramalan yang lebih akurat, pada umumnya metode trend bebas perlu dilanjutkan ke analisis yang dapat menunjukan bentuk hubungan antara data penjualan dengan waktu.

2. Metode Trend Semi Average
Metode trend semi average dapat digunakan untuk keperluan forecast dengan bentuk suatu persamaan seperti analisis regresi. Metode ini dapat digunakan apabila data yang ada jumlahnya genap, sehingga dapat dbagai menjadi dua kelompok sama besar.
Metode trend semi average memiliki mekanisme sebagai berikut ;
1. Membagi data yang ada menjadi dua kelompok
Contoh Aplikasi :
Jika data penjualan yang dimiliki oleh PT. PRATAMA JAYA adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2
Data Penjualan PT. PRATAMA JAYA tahun 2002-20007

Tahun Jumlah Penjualan (Y) dlm juta unit
2002 140
2003 148
2004 157
2005 157
2006 160
2007 169

Untuk kasus penjualan PT. PRATAMA JAYA tersebut, kelompok pertama adalah data penjualan tahun 2002, 2003 dan 2004. Kelompok kedua adalah data penjualan tahun 2005, 2006, dan 2007.

1. Dari tiap kelompok data dicari nilai rata-rata. Rata-rata dari kelompok pertama adalah 148,33 dan rata-rata kelompok kedua adalah 162 sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut :


Tahun Jml penjualan (Y) dalam juta unit
Total
Average
X
1994 140
-1
1995 148
445 445 = 148,33 0
1996 157 1

1997 157
2
1998 160 486 486 = 162 3
1999 169 4
3. Memberi score terhadap waktu yang terkait dengan data penjualan Dalam metode trend semi average ini, acuan adalah kepada kelompok pertama. Score 0 diberikan bagi data yang berada di tegah dari data yang ada pada kelompok pertama bila datanya ganjil. Selnjutnya terhadap data yang sebelumnya diberi score -1, -2, -3 dst dan terhadap data yang sesudah diberi score 1,2,3, dst. Untuk data yang jumlahnya genap, biasanya score tidak melibatkan nilai nol. Sebagai contoh bla datanya ada 4, score yang diberikan adalah -3,-1,1,3
4. melanjutkan pemberian score pada kelompok data yang kedua. Contoh pada kasus data penjualan PT. ADIWIJAYA score terakhir dari kelompok 1 adalah 1, maka terhadap data penjualan tahun 1997, 1998, 1999 diberi score 2,3 dan 4.
5. membentuk persamaan Y= a+bX dan melakukan forecast nilai Y untuk nilai X yang ditentukan , dimana
a = rata-rata kelompok 1 (X1)
b= selisih antara X2 dengan X1 dibagai dengan jumlah data yang ada dalam 1 kelompok
Jadi :
a = 148,33
162 – 148,33
b --------------------------- = 4,5567
3

dengan demikian persamaan yang terbentuk adalah :

Y = 148,33 + 4,5567 (X)

Maka forecast penjualan untuk tahun 2000 adalah (dberi score x = 5)

Y = 148,33 + 4,5567 (50 = 171,11

Untuk tahun 2001, diramalkan penjualan PT. ADIWIJAYA sebesar :

Y = 148,33 + 4,5567 (6) = 175,67

Dalam mengunakan metode tren semi average ini perlu disadari bahwa keakuratan forecast akan semakin rendah bila periode waktu permalannya smakin jauh ke depan dari data yang digunakan untuk forecast.

3. Metode Trend Moment
Metode trend moment merupakan analisis yang dapat digunakan untuk keperluan peramalan dengan membentuk persamaan : Y = a + b X sebagaimana telah diulas pada Metode rend semi Average.
Dalam enerapannya metode ini tidak mensyaratkan jumlah data harus genap. Perbedaan dengan Metode trend semi Average terletak pada pemberian score nilai X nya. Dalam hal ini pemberian score X dimulai dari 0,1,2 dst. Berikut akan diberikan ilustrasi penerapan metode ini untuk data penjualan PT. PRATAMA JAYA sebagaimana tertera pada tabel 2.1
Tahun Y X XY X2
2003 140 0 0 0
2004 148 1 148 1
2005 157 2 314 4
2006 160 3 480 9
2007 169 4 676 16
S 774 10 1.618 30

Dalam mencari koefisien a dan b digunakan persamaan :
S Y = n . a + b. SX
SXY = a. SX + b. SX2
Keterangan : n = banyaknya pasangan amatan x,y = 5

Selanjutnya terhadap persamaan-persamaan yangterbentuk dapat dicari penyelesainnya melalui metode eliminasi ataupun metode substitusi sebagaimana ditunjukkan dalam contoh berikut :
I. 774 = 5.a + b (10) [ x2 ]
II. 1.618 = 10 . a + b 9300 [ x1 ]
1.548 = 10 a + 20 b
1.618 = 10.a + 30 b (-)
- 70 = - 10 b b = 7
Substitusikan
b = 7 (I) 774 = 5 a + 10 (7)
5a = 774 - 70 = 704
a = 704 / 5 = 140,8
maka persamaan trendnya : Y = 149,8 + 7 (X)
forecast penjualan untuk tahun 2000 ;
Y = 154,8 + 7 (3) = 175,8


4. a. Metode Lest Squre (metode Jumlah Kuadrat Terkecil)
Dalam hal ini , terhadap data dilakukan pembagian menjadi dua kelompok . Untuk data yang jumlahnya :
• Genap, maka score nilai X – nya adalah … -5,-3,-1,1,3,5
• Ganjil , maka score nilai X – nya adalah …. , -2,-1,0,1,2
Selanjutnya koefisien a dan b dicari dengan rumus :
∑ Y ∑XY
a = ----------- b = -----------
n ∑ X2

Berdasakandata penjualan PT. PRATAMA JAYA, pada tabel ini , hasil perhitungan dengan teknik ini adalah sebagai berikut

Tahun Y X XY X2
2003 140 -2 -280 4
2004 148 -1 -148 1
2005 157 0 0 0
2006 160 1 160 1
2007 169 2 338 4
S 774 0 70 10


774 70
a = ----------- = 154,8 b = ----------- = 7
5 10

Sehingga persamaam trend metode least square adalah
Y = 154,8 + 7 (X)

Forecast penjualan tahun 2008 :
Y = 154,8 + 7 (3) = 175,8


b. Metode korelasi dan regresi
Analisis korelasi dan regresi menunjukkan hubungan antara satu variable dengan satu atau lebih variable lainnya. Dengan analisis korelasi dapat diketahui keeratan hubungan dari variable-variabel yang menjadi perhaian sedangkan dengan analisis regresi dapat diketahui bentuk hubngan dari variable-variabel yang menjadi perhaian.
Dengan analisis regresi dapat diketahui besarnya perubahan variavel yang dicari bla factor-faktor lain yang mempengaruhi variable tersebut berubah. Seperti ada contoh di atas, perubahan tingkat penjualan tidak hanya ditentukan oleh pola penjualannya tetapi juga di tentukan leh factor-faktor lain.
Aplikasi dari metode ini berdasarkan data penjualan PT. PRATAMA JAYA pada tabel 2.1 adalah sebagai berikut. Bila X menunjukkan biaya iklan (dalam jutaan ruiah0 dan Y menunjukkan jumlah penjualan (dalam juta unit) ilustrasi terhadap metode ini ditunjukkan sebagai berikut :

Tahun Y X XY X1 X2
1995 9 140 1.260 81 19.600
1996 12 148 1.776 144 21.904
1997 14 157 2.198 196 24.649
1998 15 160 2.400 225 25.600
1999 17 169 2.873 289 28.561
S 67 774 10.507 935 120.314

Persamaan regresinya -------------> Y = a + b (X)

Koefisien a dan b dicari dengan persamaan
S xY - SX. SY 5 910507) – (67) (7740
b = ---------------------------------- = --------------------------------------= 3,64
n. SX2 – (SX)2 5 (935) - (67)2

S Y – b. SX 7745 – (3,64) (67)
a. = --------------------------- = -------------------------- = 106,02
n 5


Jadi : Y = 106,02 + 3,64 X

Persamaan ini dapat diinterpretasikan bahwa bila biaya iklan naik satu juta rupiah, jumlah penjualan akan meningkat 3,64 juta unit.
Koefisein korelasi dicari dengan persamaan :
nSXY - SX. SY
r = -----------------------------------------------
ÖnSX2 - (SX)2 Ön. SY2 - (SY)2


intepretasi dari koefisien korelasi secara teoritis adalah sebagai berikut :
• Jika 0 £ r £ 1 berarti variable x memiliki hubungan yang positif dan berbanding lurus (linier) dengan variable Y. Bila nilai Variabel X bertambah maka nilai variable Y juga akan bertambah, dmikian juga sebaliknya. Semakin dekat nilai r ke 0 maka smakin lemah kekuatan hubngan kedua variable tersebut, sebaliknya semakin dekat nilai r ke 1 semakin kuat hubungan dari kedua variable tersebut.
• Jika r = 0 berarti X tidak memiliki hubungan linier dengan variable Y. Artinya gejolak nilai variable X tidak berpengaruh terhadap gejolak atau perkembangan nilai variable Y. dengan kata lain bertambah atau berkurang nilai variable Y tidak terkait dengan perubahan nlai variable X
• Jika -1 £ r £ 0 berarti variable X berhubngan dengan variavel Y etapi hubungannya negative. Dalam hal ini jika nilai ariabel X bertambah maka nilai variable Y justeru berkurang,demikian juga sebaliknya.

Nilai koefisien korelasi uintuk data sebelumnya adalah :

5 (10.507) – (67) 7740
r =----------------------------------------------------------------------------- = 0.,994
Ö5 9935) - (67)2 Ö 5 9120.3140 - (774)2


Dengan demikian, karena nilai yang diperoleh mendekati 1, berarti terdapat keeratan hubungan yang sangat kuat diantara biaya iklan dengan jumlah penjualan. Sifat hubungan antara keduanya adalah positif yang berarti dengan meningkatnya biaya iklan terjadi pula kenaikan jumlah penjualan.

3. Forecast berdasarkan Metode khusus
a. Analisis industri
Dalam analisis ini lebih ditekankan pada “ market Share” yang dimiliki perusahaan. Analisis ini menghubungkan potensi penjualan pwerusahaan dengan industri pada umumnya (volume, posisi dalam persaingan)


Tahapan dalam pemakaian analisis industri :
1. Membuat proyeksi permintaan industri
2. Menlai posisi perusahaan dalam persaingan
Permintaan perusahaan
Market Share = ------------------------------------------ x 100%
Permintaan industri

b. Analisis Product Line
Umumnya analisis product line digunakan pada perusahaan yang menghasilkan beberapa macam dan tidak mempunyai kesamaan, sehingga dalam membuat forecast nya harus terpisah.
c. Analisis Penggunaan akhir
Bagi perusahaan yang menghasilkan produk setengah jadi, masih memerlukan proses lebih lanjut menjadi produk jadi dan siap untuk dikomsumsi, maka dalam pembuatan forecast-nya ditentukan oleh penggunaan akhir yang ada kaitannya dengan produk yang dihasilkan

2.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGGARAN PENJUALAN
1. Faktor Intern
Yaitu factor-faktor yang beraal dari dalam perusahaan.
Yang termasuk dalam factor ini antara lain
a. Penjualan tahun-tahun yang lalu
b. Kebijaksanaan perusahaan yang berhubngan dengan masalah penjualan
c. Kapasitas produksi dan kemungkinan perluasannya
d. Tenaga kerja yang dimiliki
e. Modal yang tersedia
f. Fasilitas-faslitas lain

2. Faktor Ekstern
Yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar perusahaan
Yang termasuk dalam factor ini, antara lain
a. keadaan persaingan di pasar
b. Posisi perusahaan dalam persaingan
c. Tingkat pertumbuhan penduduk
d. Tingkat penghasilan masyarakat
e. Elastisitas permintaan terhadap harga barang yang dihasilkan perusahaan
f. Agama, adapt istiadat dan kebiasaan masyarakat
g. Kebijaksanaan pemerintah
h. Keadaan perekonomian nasional/internasional
i. Kemajuan teknologi barang-barang substitusi, selera konsumen

Contoh Kasus :
PT. SURYA PUTRA, memproduksi tiga jenis produk yaitu : AA , BB, CC. Data penjualan dalam unit ketiga produk tersebut adalah sebagai berikut :
Tahun AA BB CC
2002 4500 8000 3500
2003 6000 6000 4000
2004 5000 5000 4500
2005 4500 7500 6000
2006 5500 8000 6500
2007 6000 6500 5000

Harga jual/unit untuk tahun 2008 adalah sebagai berikut :
AA = Rp. 2250
BB = Rp. 3000
CC = Rp. 5200

1. Membuat ramalan tingkat penjualan (tahun 2008) dalam unit untuk produk AA dengan mentode Least Square, Produk BB, dengan metode Semi Average dan Produk CC dengan metode Trend Moment
2. Membuat Analisa korelasi dan regresi antara penjualan dengan biaya iklan dari masing-masing produk AA , BB, dan CC
3. Menyusun Anggaran penjualan tahun 2008 secara lengkap per triwulan

Jawaban :
PRODUK AA (LEAST SQUARE)

Tahun Penjualan X XY X2
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Total


Y = a + bx

∑ Y ∑XY
a = ----------- = b = ----------- =
n ∑ X2
B. PRODUK BB (SEMI AVERAGE)

Tahun Penjualan X
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Total

Y = a + bx
a = rata-rata kelompok 1 (X1)
b= selisih antara X2 dengan X1 dibagai dengan jumlah data yang ada dalam 1 kelompok


C. PRODUK CC (TREND MOMENT)

Tahun Penjualan
(unit) X XY X2
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Total

Dalam mencari koefisien a dan b digunakan persamaan :
S Y = n . a + b. SX
SXY = a. SX + b. SX2

2. ANGGARAN PENJUALAN TAHUN 2008

Produk AA Produk BB Produk CC
Unit Harga Jumlah Unit Harga Juml Unit Harga Juml
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Total



Berdasarkan data penjualan PT. SURYA PUTRA adalah sebagai berikut. Bila X menunjukkan biaya Iklan( dalam jutaan rupiah) dan Y menunjukkan jumlah penjualan (dalam jutaan unit) , ilustrasi terhadap metode ini ditunjukan sebagai berikut :

PRODUK AA (METODE KORELASI DAN REGRESI )

Tahun Y X XY X2 Y2
2002 4500 400
2003 6000 700
2004 5000 600
2005 4500 500
2006 5500 550
2007 6000 750
Total 31500 3500

Persamaan regresinya -------------> Y = a + b (X)
Koefisien a dan b dicari dengan persamaan

S xY - SX. SY
b = ----------------------------------
n. SX2 – (SX)2

S Y – b. SX
a. = --------------------------------
n


Jadi : Y =

Koefisein korelasi dicari dengan persamaan :
nSXY - SX. SY
r = -----------------------------------------------
ÖnSX2 - (SX)2 Ön. SY2 - (SY)2


. PRODUK BB (METODE KORELASI DAN REGRESI )

Tahun Y X XY X2 Y2
2002 8000 700
6000 500
2004 5000 400
2005 7500 600
2006 8000 750
2007 6500 550
Total

Persamaan regresinya -------------> Y = a + b (X)
Koefisien a dan b dicari dengan persamaan

S xY - SX. SY
b = ----------------------------------
n. SX2 – (SX)2

S Y – b. SX
a. = --------------------------------
n

Jadi : Y =

Koefisein korelasi dicari dengan persamaan :
nSXY - SX. SY
r = -----------------------------------------------
ÖnSX2 - (SX)2 Ön. SY2 - (SY)2



. PRODUK CC ( METODE KORELASI DAN REGRESI )

Tahun Y X XY X2 Y2
2002 3500 250
2003 4000 300
2004 4500 400
2005 6000 500
2006 6500 550
2007 5000 400
Total

Persamaan regresinya -------------> Y = a + b (X)
Koefisien a dan b dicari dengan persamaan

S xY - SX. SY
b = ---------------------------- =
n. SX2 – (SX)2

S Y – b. SX
a. = -----------------------------=
n


Jadi : Y = a + b x

Koefisein korelasi dicari dengan persamaan :
nSXY - SX. SY
r = -----------------------------------------------
ÖnSX2 - (SX)2 Ön. SY2 - (SY)2